Artikel ini dapat digunakan, disalin, dan disebarluaskan. Cukup cantumkan sumber asli. Jika isinya mengandung kebenaran, semoga memberi kebaikan bagi kita yang memanfaatkannya. Jika ada yang salah, mohon kiranya penulis dimaafkan. Dan sangat baik, jika kesalahan tersebut dapat diberitahukan kepada penulis.
Yanmarshus, yan[at]daunsalam[dot]net

Daftar Isi (Kumpulan[1] Puisi, Prosa)

  1. Senja Suatu Ketika    (puisi) September 2000
  2. Pertemuan    (prosa) September 2000
  3. Orang Indonesia Miskin 200 Juta    (puisi) September 2000
  4. Pemakaman    (prosa) September 2000
  5. Untuk Apa    (puisi) September 2000
  6. Selesai    (puisi) September 2000
  7. Fragmen    (prosa) September 2000
  8. Hitungan    (prosa) September 2000
  9. Gelap    (puisi) September 2000
  10. Posisi    (prosa) September 2000
  11. Indonesia Raya Merdeka    (puisi) September 2000
  12. Kerumunan    (prosa) September 2000
  13. penguasa.c    (puisi) September 2000
  14. Orang1    (puisi) September 2000
  15. Orang2    (puisi) September 2000
  16. Petani    (prosa) September 2000
  17. Bingkisan Perjalanan    (puisi) September 2000
  18. Mengheningkan Cipta    (puisi) Oktober 2000
  19. Mantra    (puisi) Oktober 2000
  20. Puasa    (prosa) Oktober 2000
  21. Tamirin    (prosa) Oktober 2000
  22. Tentang Dia    (puisi) Oktober 2000
  23. Shanty    (puisi) Oktober 2000
  24. Pahlawan    (prosa) Oktober 2000
  25. Pagi    (puisi) November 2000
  26. 12, Murid, Guru, Terkencing    (puisi) November 2000
  27. Salahkan Saja Tuhan    (puisi) November 2000
  28. Payung    (prosa) November 2000
  29. Taubat    (puisi) November 2000
  30. "Negeri Ya"-nya Mustofa Bisri    (puisi) November 2000
  31. Skripsi Pura-pura    (puisi) November 2000
  32. Dimana Desaku    (puisi) Desember 2000
  33. 119 Kali    (puisi) Februari 2001
  34. Duka Hari Ini    (puisi) Maret 2001
  35. Tajuk Rencana    (puisi) April 2001
  36. Sutarji    (puisi) April 2001
  37. Sekuel    (puisi) April 2001
  38. Tikus    (puisi) Desember 2001
  39. Catur    (puisi) Januari 2002

 

Senja Suatu Ketika

Manakala anak-anak rembulan menyanyikan nyanyi sunyi. Nyanyi sunyi suatu ketika. Ketika matahari tak lagi sudi menerangi hari. Hari-hari adalah kata-kata yang disusun oleh siapa.

Angin bertiup karena suara gemericik air tidak lagi mengalir di antara daun dan rumput ilalang. Ilalang kering terbakar gelap di siang hari. Hari-hari adalah kata-kata yang disusun oleh siapa.

Awan juga berarak menurun dan mendaki awang-awang. Kelelawar menulis garis-garis di halaman langit merah kuning tua. Tua dalam perjalanan panjang hari demi hari. Hari-hari adalah kata-kata yang disusun oleh siapa.

Di mana adanya suara-suara sang peri baik budi. Menuntun ke jalan-jalan yang semula telah kita hilangkan di antara rimbun semak belukar yang gelap gulita. Kegelapan yang menyengsarakan. Mereka punya senyum dan kata-kata lembut. Kemarin sudah tak ada arti untuk besok. Karena kita tidak memberi perhatian. Kemarin berakhir menjadi puing-puing hari. Hari-hari adalah kata-kata yang disusun oleh siapa.

Benarlah apa kata para arif bijaksana. Senja sering terlalu jauh untuk pagi bahkan siang. Sedangkan dia selalu saja berjalan tanpa tempat persinggahan untuk berhenti. Berhenti adalah kata. Kata yang dibuat oleh siapa.

Matahari sebentar lagi pergi. Anak-anak rembulan menyanyikan sunyi bersama peri-peri di antara gelap gemericik kata sang arif bijaksana. Sementara senja adalah suatu ketika.
 

Pertemuan

Di sebuah pertemuan warga desa yang berjalan khidmat, sudah ditampilkan beberapa orang sebagai pembicara yang wajib tampil. Ada kata sambutan dari bapak anu, dan sepatah kata dari ketua ini. Semua hadirin dengan sungguh-sungguh memberikan tepuk tangan ketika pembicara itu selesai. Jangan sampai lupa! Tepuk tangan itu perlu. Tidak ada persyaratan apapun untuk melakukannya. Anda tidak dituntut untuk memahami apa yang dibicarakan. Kalau pembicara sudah mengakhirulkalamkan pembicaraannya, segeralah siapkan sebuah tepuk tangan yang baik.

Sekarang, sampailah saatnya pembicara utama untuk tampil. Berbagai basa basi untuk mempersilahkan beliau sudah disuarakan dengan baik sekali oleh pembawa acara.

Sejenak hadirin bertanya-tanya, karena memang beliau yang akan tampil itu orang penting. Dua jenak, hadirin masih sibuk dengan tanya kiri-kanan tentang sosok penting ini. Tetapi, ketika beberapa menit berlalu, dan podium masih tetap kosong, hadirin tidak lagi hanya bertanya kiri kanan, tetapi sudah mulai melongokkan kepalanya ke depan dan ke belakang. Intonasi galau di ruangan itu mulai naik intensitasnya.

"Mana pembicaranya ?"
"Kenapa lama sekali munculnya ?"
"Barangkali pembicaranya tidak bisa datang"
"Tetapi panitia seharusnya tahu"
"Pembawa acaranya juga tidak memberitahukan sesuatu"

Semuanya menjadi tidak jelas bagi warga yang ada di sana. Yang mereka lakukan, duduk, bertanya, miring ke kiri, miring ke kanan, melihat podium, dan masih tetap kosong.

Beberapa saat hadirin mulai terbiasa. Ruangan mulai tenang. Semuanya tetap duduk di kursi semula. Podium tetap kosong. Dan semuanya berjalan wajar. Jam dinding bulat yang terlihat jelas dari berbagai sudut ruangan, berjalan dengan tenang. Detik dan menit menunaikan tugasnya dengan taat. Setelah satu jam berlalu, dengan tertib semua orang yang ada di ruangan itu memberikan tepuk tangan.
 

Orang Indonesia Miskin 200 Juta

Ada berita 27 juta orang Indonesia miskin.
Ah. Jangan kau percaya.
Tidakkah kau lihat mereka turun dari BMW, Mercy E-class, Mitsubishi Pajero, dan semua mobil import lainnya.
BerHP dengan Ericsson, Nokia dan sejenisnya. Menjelajah dunia E-commerce di Internet dengan IBM ThinkPad, beserta segala accessoriesnya.
Mereka masuk plaza-plaza, bercanda dan bersantap dengan ria di cafe-cafe, juga membeli apa saja yang ada di mata dan benak mereka.

Ada berita 100 juta orang Indonesia miskin.
Ah. Itu juga bohong belaka.
Jika mereka berumah di bawah jembatan, mandi, mencuci, minum dari air kali, dan mencari makanan di pembuangan sampah, itu rakyat negara mana ?!

Ada berita 200 juta orang Indonesia miskin.
Ah. Siapa lagi yang mengada-ada.
Belum jugakah kau mengerti Indonesia sudah tak ada.
 

Pemakaman

Getaran suara dari corong terompet menyayat telinga dan mengalir masuk sampai ke dalam hati semua orang yang ada di pemakaman. Sebuah makam pahlawan. Pengakuan, bahwa orang yang menempati istirahat terakhir di sini layak menyandang gelar pahlawan.

Semua orang selain dari keluarga almarhum yang memang dalam suasana sedih, memperlihatkan rasa duka yang pernah mereka miliki. Ada yang sungguh-sungguh, ada juga yang merasa bahwa itu perlu untuk menjaga tuntutan suasana.

Upacara pemakaman berlangsung bait demi bait. Kesedihan demi kesedihan mengalir dengan deras. Hampir semuanya tersadar, bahwa kematian ternyata sangat dekat. Sangat dekat sekali. Semuanya mulai menghitung dosa, mengingat kesalahan, dan semua merasa harus segera kembali ke jalan yang lurus. Mengembalikan hidup ke jalan yang semestinya. Tak bisa ditolak, bahwa semua harus kembali pada Sang Pencipta. Semua orang menjadi punya tekad untuk segera merubah nilai kehidupannya. Sekarang, dan sekarang juga tekad itu ada.

Upacara berakhir dengan khidmat.

Orang-orang yang kebanyakan berpakaian serba gelap mulai bubar dan berjalan ke arah gerbang pemakaman. Perlahan-lahan arakan menghampiri jalan keluar. Dan perlahan-lahan pula mereka kembali ke dunianya masing-masing. Kembali ke semua persimpangan hidup sendiri-sendiri. Dan hampir semuanya kembali bisa tersenyum bahkan tertawa ! Semuanya lupa bahwa sebentar lagi mereka mati.
 

Untuk Apa

Seorang siswa
Kiki panggilannya
Mucharastita nama lengkapnya
Sedang berfikir
Menengadah
Menunduk
Menulis
Tekun rupanya

Seorang siswa
Sarah panggilannya
Bertutup kerudung kepalanya
Sungguh-sungguh nian paras wajahnya
Membaca
Membolak-balik
Mencoret-coret
Sedang mencari jawab

Seorang siswa
Luki panggilannya
Mengusap rambut
Berputar kekiri
Membuka kacamatanya
Memanjangkan lehernya
Tak tahu apa fikirannya

Seorang siswa
Arie namanya
Ber-earphone di kedua telinganya
Entah apa lagunya
Berada tepat di depan saya
Tak terlihat bagaimana raut wajahnya
Sedari tadi tenang saja tingkah lakunya

Mereka semua
Berpikir mencari jawab
Dari soal-soal di lembar-lembar kertas
Saya duduk di antara semuanya
Melihat, menyodorkan presensi, mengumpulkan lembar-lembar jawaban
Lalu sesudah itu selesai begitu rupa
Entah untuk apa gunanya
 

Selesai

Ada bagian yang sudah selesai. Dan masih juga ada hari yang akan datang. Sebagian waktu pernah kita lihat bersama, meskipun sebagian lagi hanya berlalu dalam kesendirian. Semua yang kemarin sudah sampai pada kesudahannya. Sekarang kita sedang memulai yang lain. Untuk dijalani pula sesuai ketentuannya.

Karena pertemuan memang pernah terjadi, maka ada yang pernah diberi, ada yang pernah diterima. Harapkanlah semua pemberian terjadi karena rasa ikhlas. Do'akan juga semua yang diterima akan jadi kebaikan untuk seterusnya. Siapa yang memberi siapa yang menerima bukan lagi sesuatu yang perlu ditanya. Semua pernah memberi semua pernah menerima.

Tak perlu ada tangis, juga tak perlu ada tawa. Jika yang berlalu harus disudahi dengan tangis, tentu yang baru mesti disambut dengan tawa. Entah itu perlu atau untuk apa. Biarlah tawa dengan dirinya, biarkan juga tangis dengan apa adanya. Kita sudah pernah memiliki senyum bersama, atau juga air mata yang tak tahu bermuara di mana.

Ada bahagia ada juga kecewa. Tak perlu ada lagi bahagia dan kecewa untuk apa. Semua terjadi dan begitu seharusnya. Semua itu menjadi kisah yang akan kita ceritakan pada saudara-saudara kita. Seandainya kata maaf juga tak lagi kita perlukan, rasakan saja bahwa semua kesalahan sudah termaafkan. Kita sebenarnya tak pernah sungguh-sungguh untuk menyakiti yang lain. Kita pernah lalai, sering lupa, cemburu. Begitulah yang sering dilakukan banyak orang. Sudahilah semuanya. Hapus semua kesalahan yang pernah kita buat. Tentramkan kata hati. Rasakan bahwa keteduhan lebih berarti buat semua.

Besok ada bentangan jalan yang berujung di bawah kaki langit. Jalan yang sesungguhnya hanya berujung di haribaan Yang Maha Pengasih. Biar banyak persimpangan. Banyak perhentian. Tetap hanya satu tujuan rindu bertaburan.
 

Fragmen

Silahkan tuan...

Sambutan yang ramah, sopan, dan tidak dibuat-buat. Dengan wajah yang tenang dan hangat tuan rumah memberikan sambutan pada tamunya yang juga tak kalah bersahabatnya. Mereka berjabatan tangan dan saling mengucapkan selamat.

Keduanya duduk di ruang tamu. Setelah beramah tamah beberapa kalimat, tuan rumah mengambil pistol dari sisi meja dan menembak tepat di tengah-tengah kening tamunya dengan cara yang tenang, dan sangat sederhana.

Setelah itu pembantu merapikan ruang tamu seperti melakukan hal-hal lain biasanya.
 

Hitungan

Hanya sebuah persoalan ringan. Saya perlu menjumlahkan dua buah angka. Dan itupun tidak sampai hitungan seratus. Sederhana sekali. Untuk sekedar menjumlahkan dua buah angka, seorang anak SD juga mampu melakukannya. Tapi kali ini, itu menjadi sangat susah. Dengan beberapa cara saya cari jawabnya. Satu lembar kertas tidak cukup. Dan lembar-lembar berikutnya menjadi penuh dengan corat-moret angka yang simpang siur. Tak berhasil. Ya sudahlah. Saya putuskan meminjam kalkulator pada tetangga. Itu tentunya jauh lebih mudah.

Saya mulai mencobanya.
Heran.
Ini sungguh-sungguh keheranan baru dalam hidup saya. Saya tak bisa menjumlahkannya. Saya bahkan tak bisa menggunakan kalkulator.

Tidak ada yang bisa diperbuat, saya pergi ke dapur untuk sekedar mencari makanan atau minuman. Saya merasakan kelelahan yang lain. Dengan perasaan kesal saya lemparkan plastik bungkus roti ke dalam tempat sampah. Dan ketika itu juga rasa kesal saya hilang. Hilang, sirna, pupus. Dalam tempat sampah itu bertumpuk kulit-kulit bawang, potongan sayur, bungkus mi goreng, kulit kacang, kulit pisang, tulang ikan, dan bongkahan otak saya ...
 

Gelap

Tinta pena jadi pekat dan beku
Halaman-halaman kertas buram dan hitam
Lidah dan mulut sudah dipaku
Tinggalah otak yang dikeranda, diusung, ditandu ke peti mati.
 

Posisi

Pak ...
Ini saya sampaikan dengan penuh kesungguhan.
Tidak ada paksaan atau ancaman dari siapapun. Bapak boleh buktikan sendiri nanti. Apa yang akan saya ucapkan ini adalah benar-benar apa yang suci dari hati saya Pak.

Bapak direktur melihatnya dengan sungguh-sungguh.

Sudah terlalu berat rasanya bagi saya untuk meneruskan semua tanggungjawab ini. Nurani saya rasanya tak punya tenaga lagi untuk melanjutkannya. Baiklah.. kalau Bapak anggap saya menyerah, itu juga tidak apa-apa. Anggap saja memang benar saya tak punya kemampuan lagi. Atau juga saya kerdil, bodoh, lemah, seperti ayam, kroco atau apa saja.

Bapak direktur sedikit mengangguk

Posisi yang saya tempati sekarang telah menjadikan saya merasa serba ketakutan. Saya tidak mau lagi melakukannya. Kebenaran tidak mungkin untuk dihilangkan Pak. Bapak tahu itu. Kebenaran tetaplah kebenaran. Sekalipun Bapak menjungkirbalikannya, atau membunuhnya, dia tak kan mati. Kebenaran itu telah hidup sebelum bapak atau saya lahir ke muka bumi ini. Kebenaran akan selalu ada, sekalipun Bapak dan saya sudah mampus.

Bapak direktur kembali mengangguk angguk.

Untuk saya biarlah saya makan hal yang kotor. Tapi anak, istri saya tidak akan saya biarkan melakukan hal yang sama. Saya tidak bisa membohongi mereka setiap hari. Saya ingin menikmati hidup saya berikutnya dengan ketenangan. Bukan dengan keadaan yang seperti sekarang ini. Dia menarik nafas sejenak.

Baiklah...
Saya sudah punya tekad sekeras karang. Bapak tidak bisa memohon lagi kepada saya. Saya akan berhenti. TITIK. itu saja. Bapak tak bisa lagi merayu dengan sejuta alasan. Atau sekalipun Bapak mau mengancam saya, itu tak akan membuat keputusan saya berubah. Mulai saat ini silahkan Bapak cari saja orang lain yang menggantikan posisi saya. Banyak..banyak yang mau.

Direktur kembali mengangguk dan sedikit tersenyum.

Saya rasa sudah. Itu saja. Mulai besok saya akan mengemasi barang-barang saya dari kantor ini. Dengan atau tanpa surat pemberhentian, saya menyatakan saya berhenti. Terima kasih. Darman keluar ruangan dengan nafas yang memburu.

Setelah dia beranjak dari ruangan itu, bapak direktur memanggil bendahara kantor. Mulai besok, gaji untuk bapak Darman dinaikkan 25%. Dan ini sudah untuk kesembilanbelaskalinya bendahara itu menerima instruksi yang sama.
 

Indonesia Raya Merdeka

Indonesia Raya merdeka

Aku rakyat Indonesia
Kamu rakyat Indonesia
Kamu merdeka
Aku merdeka

Aku nikmati kebebasanku
pergi kemana saja
Kamu gunakan kemerdekaanmu
membuat pajak di mana saja

Aku terbangkan lamunanku
tentang apa saja
Kamu buat aturan
mencurigai siapa saja

Aku gembira
bicara tentang segala rupa
Kamu bebas
menangkap mulut siapa saja

Merdekaku
Merdekamu
Rupanya tak sama
 

Kerumunan

Sedikit demi sedikit orang mengelilingi laki-laki itu. Semula hanya dua tiga orang yang berada di bangku pinggir jalan itu. Dan tidak terlalu memberi perhatian pada lelaki yang memulai pembicaraannya. Tetapi setelah beberapa menit, dua tiga orang itu terlihat menunjukkan perhatian yang sangat serius terhadap lelaki itu. Tampaknya apa yang dibicarakannya berhasil menarik perhatian orang yang sempat mendengarnya secara sepintas.

Tak berapa lama, sudah terlihat belasan orang mengerumuninya. Jelas ini menjadi perhatian bagi orang lain. Kerumunan ini mengundang orang-orang untuk melihatnya.

Lelaki itu meneruskan pembicaraannya. Tepatnya bukan pembicaraan, tapi sebuah orasi. Sebuah orasi yang dapat memukau pendengarnya. Suaranya lantang, jelas dan memiliki wibawa tertentu. Ternyata apa yang dibicarakannya sangat menarik semua orang. Sekarang kerumunan sudah semakin ramai.

Orasi lelaki itu berlanjut terus. Tema yang diangkatnya sangat membumi. Menggugah perasaaan. Segalanya betul-betul memukau. Penampilannya yang sebenarnya sama saja dengan orang disana, bahkan terlihat lebih seadanya tak lagi menjadi perhatian. Perhatian orang semua tertuju kepada apa yang dikatakannya, kepada kharisma orasinya. Berbobot. betul betul berbobot. Sangat lain dengan pidato resmi kenegaraan yang lebih sering membuat bosan anggota dewan.

Kerumunan ini tak lagi sekedar kerumunan orang-orang di pinggir jalan. Tetapi sudah memacetkan lalu lintas. Orang-orang sudah memenuhi semua tempat di sekitar itu. Pagar-pagar sudah penuh dengan orang. Mobil yang terperangkap macet, atapnya sudah dipenuhi dengan orang. Tak ada tempat yang terluang . Orang-orang semakin bertambah saja.

Tak ada yang saling bertanya. Mereka semua terhipnotis oleh pidato sang lelaki itu. Ini sebuah pertunjukkan yang terasa agak asing. Biasanya kerumunan seperti ini akan menimbulkan kegaduhan. Ramai. Tapi ini lain. Sesuatu yang lain. Orang-orang terpusat ke satu titik. Perhatian mereka dihisap oleh pembicaraan sang orator. Bagaikan sebuah blackhole. Dia mampu menarik apa saja untuk masuk kedalamnya. Semua perhatian orang disedot oleh sebuah kekuatan yang terasa amat besar.

Ketika kerumunan bertambah besar, tiba-tiba sang orator hilang. Hilang lenyap. Tak berbekas. Hilang dari pusat yang menyedot semua perhatian orang. Semua kata-katanya juga dibawa pergi tanpa bersisa. Tidak ada yang bertanya. Kerumunan makin besar dan terus bertambah. Orang-orang terus berdatangan. Orang yang baru bergabung langsung mengikuti orang yang sebelumnya. Melihat ke pusat kerumunan dan langsung terpesona oleh kekuatan asing yang terus saja mengikat mereka.
 

penguasa.c


#include < conio.h >;
#include < iostream.h >;

void main()
{
  unsigned long i;
  const jumlah_rakyat = 230000000;
  float dp;   // deposito penguasa
  float dtp;  // deposito teman penguasa
  float dkp;  // deposito kerabat penguasa
  float dll;  // deposito lain lain
  float harta_rakyat[jumlah_rakyat];

  dp = 0;
  for (i=1 ; i <= jumlah_rakyat ; i++)
  {
     dp = dp + (0.9 * harta_rakyat[i]);
     harta_rakyat[i] = 0.1 * harta_rakyat[i];
  }
  dtp = 0.1 * dp;
  dkp = 0.3 * dp;
  dll = 0.05 * dp;
  dp  = 0.55 * dp;
}


 

Orang1

Orang-orang tertawa terbahak-bahak
Sejenak sesudah itu
Mereka menangis sekeras-kerasnya
 

Orang2

Orang-orang menangis sekeras-kerasnya
Sejenak sesudah itu
Mereka tertawa terbahak-bahak
 

Petani

"Aku mau jadi petani."
Baru saja kumulai satu kalimat itu, dia sudah langsung mengumbar protes. Dia nggak setuju. Seperti biasanya, protes panjang yang bisa tak berkesudahan. Apalagi itu memang sudah kebiasaannya dari dulu. Tak ada satupun pendapatku yang bisa langsung disetujuinya. Kalau sudah masuk ke dalam kancah perdebatan antara aku dengan dia, pasti berakhir dengan pertengkaran. Dalam hati masing-masing pasti, atau setidaknya saya mengira dia menganggap aku keras kepala. Begitu juga sebaliknya, aku menganggapnya tidak punya pemikiran yang luas. Tidak mau memperpanjang cakrawala penglihatannya. Dia selalu bertahan dengan argumentasinya sendiri. Hidup dengan pikiran yang eksklusif.

Apa-apan sih ..?
Kamu mau jadi petani ?
Petani apaan ?
Mau ngapain kamu kalau jadi petani ...?
Aku sendiri nggak bisa ngebayangin kalau aku jadi petani
Bagaimana mungkin itu bisa kulakukan ..?
Udah ah..
Aku nggak mau lagi dengar kamu ingin jadi petani

Pada sebuah kesempatan yang lain, ketika itu dia kembali bicara denganku. Kali ini dengan kebiasaannya yang lain. Dia juga suka memulai membicarakan sesuatu dengan cara yang amat meledak-ledak. Sangat bergairah. Sekarang dia sedang melakukan kebiasaan itu.

Kamu tau nggak ? Aku benar-benar kagum dengan pendapat menteri yang satu itu lho.Saya nggak kepikiran dia bisa mengemukakan hal yang seperti itu.Walaupun sebenarnya itu sederhana saja. Tapi orang-orang telah melupakan begitu saja.Dia telah menggali kembali hal yang sangat penting. Orang sekarang telah salah mempersepsi segala hal. Banyak aspek kehidupan sudah bias kemana-mana. Orang nggak punya kepribadian lagi. Orang-orang sudah memiliki wajah-wajah imitasi. Semuanya pelacur. Bodoh !

Seperi biasanya, dia langsung mengemukakan argumentasi satu persatu tanpa memberi kesempatan untuk aku bicara walau seinci saja.
Satu. Dia mulai dengan argumentasi pertamanya, dan seterusnya menggebu-gebu.
Dua. Argumentasi keduanya juga diumbar dengan keras.
Dia terus tanpa memberikan aku kesempatan sedikitpun. Aku setuju sekali dengan apa yang disampaikan menteri itu. "Aku akan jadi petani", katanya dengan tetap bersemangat.
 

Bingkisan Perjalanan

Pergilah ...
Pergilah kau anakku
Pintu perjalanan sudah dibuka untukmu
Sejenak
Tinggalkan saja kami
Sudah waktunya untuk melihat dunia
Dengan hatimu sendiri

Di ujung perjalananmu,
pulang jualah menemui kami
Karna kami selalu menanti
Engkau membawakan bingkisan
Walau hanya
setetes
air mata
 

Mengheningkan Cipta

Hari ini
Marilah kita
Mengheningkan cipta
Atas meninggalnya
Nasib baik
Di negeri ini
 

Mantra

yot awa
tot uwu hot awa not
lot iwi mot pot awa hot kot awa not
dot awa mot awa iwi
dot iwi
mot uwu kot awa
bot uwu mot iwi
iwi not iwi

yot awa
tot uwu hot awa not
lot iwi mot pot awa hot kot awa not
dot awa mot awa iwi
dot iwi
mot uwu kot awa
bot uwu mot iwi
iwi not iwi

yot awa
tot uwu hot awa not
lot iwi mot pot awa hot kot awa not
dot awa mot awa iwi
dot iwi
mot uwu kot awa
bot uwu mot iwi
iwi not iwi
 

Puasa

Ketika aku datang ke rumah teman lamaku Masril, ada sesuatu yang berubah dengan dirinya. Sebagian besar dia masih seperti yang kukenal beberapa tahun yang lalu. Tetapi keputusannya untuk berpuasa setiap hari agak mencengangkanku. Dengan berhati-hati aku mencoba mencari jawaban dari Masril apa yang menyebabkan dia mengambil keputusan seperti itu.

Setelah aku berusaha membuat pembicaraan jadi lancar, akhirnya jawaban dari Masril kudapat juga. Bahkan kata-katanya membuatku terpesona.

Aku akan terus berpuasa. Ini adalah semacam perjuangan moral. Bukan perjuangan dengan membawa kobaran amarah di jalanan. Aku lebih memilih cara begini. Ada banyak hal yang menjadikan perjuanganku ini lebih berarti. Masril menjelaskannya kepadaku. Untuk seterusnya aku hanya mendengar dan diam.

Masril menyebut sebuah nama. Dia. Dialah yang akan tetap membuatku memberikan perlawanan dengan cara ini. Selama dia masih tetap dalam kejahatan yang menyengsarakan banyak orang, maka perjuanganku ini masih akan berjalan. Jelas dia tak akan mengerti kalau ada orang yang melakukan perlawanan atas kejahatan-kejahatannya dengan cara begini. Tetapi keluargaku, tetanggaku, teman-temanku, mereka akan berbicara pada orang lain yang mereka kenal, mengenai perlawanan ini. Setidaknya itu akan memberi kesadaran baru pada mereka. Kalaupun tidak, sekurangnya mereka pernah mendengar ada orang yang berjuang dengan caraku ini.

Aku akhirnya pamit dari rumah Masril. Seperti yang dia utarakan tadi, aku memang pulang dengan sebuah kesadaran baru. Perasaan lain, yang selama ini belum pernah kumiliki.

Beberapa bulan kemudian aku kembali dalam perjalanan ke rumah Masril. Kali ini dengan rasa sedikit berbeda. Tadi pagi aku membaca berita di koran bahwa orang yang jadi musuh besar Masril dihukum mati. Aku ingin menemui Masril. Aku ingin melihat bahwa Masril berbahagia dengan berita ini. Aku akan mengucapkan selamat, bahwa perjuangan dia, walaupun dengan cara yang unik pantas dihargai.

Apa yang kudapatkan dengan Masril ternyata berbeda dengan apa yang kubayangkan sebelumnya. Masril masih tetap berpuasa. Aku kembali menjadi tak paham. Aku kembali perlu bertanya kepada Masril. Dan aku kembali hanya mendengarkan dan diam. Seperti kejadian yang dulu, Masril menjawab dengan alasan yang tak jauh berbeda, sederhana, dan masih juga membuatku terpesona.


 

Tamirin

Tidak ada yang istimewa dalam kehidupan Tamirin. Seperti juga keluarga yang lain, Tamirin menjadi ayah dari tiga orang anaknya, mempunyai pekerjaan tetap, memiliki famili, teman dan tetangga. Kadang-kadang juga berhutang, karena gaji yang diterima tiap bulannya amat pas-pasan.

Kesemuanya itu tiba-tiba berubah karena suatu hal yang dialami Tamirin. Segala perubahan itu bermula dari sebuah mimpi yang dialaminya. Tamirin bermimpi mendapatkan warisan. Bukan berupa uang, tetapi warisan ilmu yang langka. Tamirin memperoleh ilmu untuk merekayasa mimpi. Sederhananya begini. Tamirin bisa membuat sejenis tablet yang menyebabkan orang bisa bermimpi sesuai keinginannya.

Awalnya Tamirin tidak percaya. Tetapi setelah beberapa kali, membuatnya jadi penasaran juga. Tamirin mencoba meramu sebuah tablet percobaan agar dia bisa bermimpi menjadi orang kaya. Sebelum tidur, tablet itu diminumnya. Sungguh ajaib. Tamirin betul-betul bisa bermimpi menjadi orang kaya. Bukan seperti mimpi biasa, tapi hampir menyerupai keadaan yang sebenarnya. Tamirin kaget, sekaligus takjub dengan percobaannya itu.

Beberapa hari kemudian, Tamirin memberitahu anak-anak dan istrinya. Mereka sekeluarga lalu mencobakannya. Istrinya minta dibuatkan mimpi menjadi artis yang terkenal di seluruh dunia, anaknya yang sulung ingin bermimpi menjadi pemain sepakbola sehebat Ronaldo, anaknya yang tengah minta dibuatkan tablet agar bisa bermimpi menjadi seorang seperti Bill Gates, dan anaknya yang bungsu ingin bermimpi berada di Paris.

Besoknya satu keluarga itu tak sabar ingin bercerita pada ayah mereka. Semuanya terjadi, dan terasa amat menarik. Lambat laun, berita ini tersebar juga di komplek tempat tinggal mereka. Perlahan Tamirin mendapatkan pesanan. Dari lingkungan yang semula hanya kecil, akhirnya nama Tamirin menjadi sebuah trade mark untuk produk tablet aneh ini.

Berbagai macam permintaan orang untuk mimpi yang mereka inginkan. Bahkan orang yang kelihatan sudah mapan kehidupannya masih tertarik dengan produk Tamirin ini, dan itu ternyata tidak sedikit. Hampir semua jenis status sosial manusia pernah memesan tablet kepada Tamirin.

Bagi orang yang sederhana, menjadi kaya dalam mimpipun sudah cukup menyenangkan. Dan tablet hasil ramuan Tamirin betul-betul mampu menghadirkan mimpi yang mereka butuhkan. Untuk orang kaya, mereka tak lagi perlu mimpi seperti itu. Mereka memerlukan mimpi yang lain, misalnya mimpi menjadi lebih terkenal di kalangan tertentu. Ada juga orang yang berada di lingkungan kekuasaan minta untuk mengalami mimpi menjadi presiden. Tak sedikit yang meminta agar mereka dapat bermimpi mengalami kejadian yang tak masuk akal. Mereka beralasan, karena ini hanya mimpi, bukan kenyataan, tentu boleh-boleh saja.

Tablet inilah yang merubah hidup Tamirin sekeluarga. Rumah yang mereka diami sekarang sudah begitu bagus, kendaraan juga sudah cukup mewah, dan itupun tiga buah. Semuanya terasa begitu makmur. Tak ada lagi yang perlu digelisahkan dalam kehidupan Tamirin.

Tetapi keadaan ini tak bertahan lama, sebab mimpi yang dialami Tamirin ini usai ketika Tamirin bangun esok paginya. Dan dia harus kembali ke kehidupannya seperti semula.
 

Tentang Dia

sudah kubaca beberapa puisi
kupelajari juga bahasa sastra
agar aku bisa menuliskan sebuah karya
atau apa saja
tentang dirimu
sekian lama berlalu
dan aku
tak menghasilkan apapun jua
 

Shanty

Shanty
indah namamu
kamu katakan bukan y

Shanti
tetap indah namamu
lalu kamu katakan tidak h

Santi
masih saja indah namamu
hingga kamu katakan bagaimana

dan kuungkapkan
selalu indah dirimu
dengan atau tanpa
 

Pahlawan

"Pahlawan ? Bukan. Aku bukan pahlawan. Mohon jangan beri aku gelar yang sebegitu mulianya. Bahkan untuk menjadi mirip-mirip pahlawanpun aku belum merasa pantas menyandangnya. Silahkan berikan gelar itu ke seseorang yang pantas memilikinya. Atau kepada seseorang yang memerlukannya. Memang benar. Disana banyak orang memerlukannya. Kalian bawa saja gelar itu ke sana. Dia tak akan suka berada di dadaku. Ayo ... Apalagi ? Apa yang kalian diamkan. Apalagi yang kalian tunggu. Aku sudah nyatakan dengan sebenar-benarnya, dan tidak dengan paksaan apapun. Kalian tidak usah mengira-ngira ada orang yang mengitimidasi sehingga aku menolak menerima gelar ini. Ini semua kebenaran yang harus kalian lihat. Aku bukan pahlawan. Itu saja."

Sepi.

"Kalau kalian masih berkeras hati untuk memberikan gelar itu kepadaku, pasti akan mubazir. Sia-sia. Aku tak bisa menggunakannya. Gelar itu akan menjadi barang rongsokan yang tak berguna kalau ada di tanganku. Lalu apa gunanya memberikan sesuatu kepada orang lain kalau menjadi tak bermanfaat. Kalian bisa lihat bukan. Berapa banyak kesia-siaan yang kalian temui setiap harinya ? Nah sekarang dengan memberikan gelar pahlawan itu kepadaku, kalian makin menambah panjangnya antrian kesia-siaan. Jadi bagaimana ?"

Diam.

"Hei. Mengapa kalian diam saja. Semua sudah jelas. Bawa. Bawa saja persembahan kalian itu ke tempat lain. Tak ada lagi yang perlu saya katakan. Atau masih ada juga yang terlintas di benak kalian. Mungkin dengan memberi saya gelar pahlawan itu, nanti saya bisa memberi yang lebih kepada kalian. Tidak. Kalian tidak akan mendapatkan apa-apa setelah memberi gelar itu kepadaku. Atau kalian mau memberi dengan gratis ? Mana ada orang sekarang yang bisa memberi begitu saja. Kalau memberi, berarti menunggu imbalan. Imbalan yang sangat besar. Bahkan kepala kalian bisa menjadi imbalan atas apa yang pernah kalian terima. Mengerti ?!"

Hening.
 

Pagi

pagi ini
tak juga luput
seperti pagi sebelumnya

embun bening bergelantung
   di ujung kelopak melati
   harum laksana nafas bidadari

cahaya lembut matahari
   menyusup di antara dedaunan
   hijau segar berjalin indah

ramah kicauan burung
   menghiasi langit
   biru masih bersemu merah

selalu hanya sejenak

karna sebentar lagi
   di ruang tamu kita
   datang satu paket berita
   disusun dengan kata-kata
   yang disadur dari
   naskah berita acara di neraka
 

12, Murid, Guru, Terkencing

Guru kencing berdiri, murid kencing berlari
Guru kencing sambil berdiri, murid kencing sambil berlari
Guru terkencing berdiri, murid terkencing berlari-lari
Ada guru berdiri karena terkencing, murid langsung berlari-lari
Karena guru tak bisa berdiri, maka murid berlari-lari sambil terkencing
Guru berdiri karna murid yang sedang terkencing berlari-lari
Guru berlari-lari karena murid tak bisa berdiri setelah terkencing
Guru terkencing-kencing karena murid lari-lari
Guru berlari-lari, murid terkencing-kencing
Jika guru berlari, maka murid terkencing-kencing
Guru berlari sehingga murid terkencing sambil berdiri
Murid mengencingi guru !

 

Salahkan Saja Tuhan

Anak-anak lelaki kita berhati gerah
Membunuh teman sebayanya
Kemudian kita tak tahu
Mereka melakukannya atas nama siapa
Maka umpamakan saja
Seperti Khidir yang mahfum akan kejadian masa depan

Gadis-gadis kita hamil
Kemudian kita tak tahu
Mereka menciptakannya dengan siapa
Maka umpamakan saja
Seperti Maryam yang mengandung putranya

Penguasa-penguasa negeri bertindak seperti kehendaknya
Kemudian kita tak tahu
Mereka melakukannya untuk kesejahteraan siapa
Maka umpamakan saja
Seperti Abu Bakar Shiddiq yang bersih hatinya

Kita menggali kubur sendiri
Kemudian kita tak tahu
Mengapa menyembunyikan jiwa ke dalamnya
Masih bisa saja
Untuk umpamakan
Tuhan telah salah merencanakannya
 

Payung

Langkahku agak tergesa-gesa. Sepatuku basah. Sebagian celana dan baju juga basah. Hujan yang memang deras, sedangkan payung yang kugunakan tak terlalu lebar untuk dapat melindungi dari cuaca seperti ini.

Payung ini bukan milikku. Aku dapatkan dari seorang anak, yang tadi berebutan untuk menyewakan payungnya. Sedangkan dia sendiri tak menggunakan apa-apa. Berjalan begitu saja dalam curahan air hujan. Aku biarkan saja, karena mungkin sudah kebiasaannya begitu. Dia sendiri bisa jadi merasa senang, seperti kanak-kanak sedang bermain dengan air hujan.

Di teras rumahku, aku kembalikan payungnya, sambil mencari-cari uang untuk membayarnya. Anak itu tak menunggu lama, langsung mengatakan "nggak usah Pak, baju Bapak kan basah". Aku berdiri terdiam. Lebih dari sejenak, sementara anak itu sudah pergi. Mataku mengikuti langkahnya, dan tetesan hujan di wajahku telah bercampur dengan air mata.
 

Taubat

ya Tuhan
 kuikrarkan taubat
  untuk mengubur semua kemaksiatan
   sekarang kubuka lembaran baru
    untuk dihiasi dengan
     dosa-dosa yang lain
 

"Negeri Ya"-nya Mustofa Bisri

mustofa bisri dulu mencipta
sebuah puisi bernama ya
berkisah tentang negeri ya
beserta orang yang selalu mengucap ya
dengan stasiun televisi ya
yang beriklan ya ya ya

konon sekarang negeri itu
telah berbalik rupa
orang-orang bersapaan dengan kata tidak
sambil menikmati sarapan pagi beraroma tidak
dan membaca koran tidak
yang memuat berita yang tidak-tidak

ketika ditemukan siapa yang menjadikan
negeri itu dulu menjadi ya
semua hakim negeri sepakat
mendapatkan sebuah keputusan
yang kalimatnya menyatakan
tidak
 

Skripsi Pura-pura

Tuhan membuat manusia
yang memiliki satu mulut
dan mempunyai dua tangan
Agar bicara seperlunya
Bekerja sesempurnanya

Lalu siapa
yang melatih mereka
hingga
Berbuat sebaliknya
 

Dimana Desaku

hanya detik
tak ada waktu

hanya tanah
tak ada tempat berpijak

hanya desah angin
tak ada kata

hanya kayu
tak ada hijau pepohonan

hanya nafas
tak ada kehidupan

hanya duka
tak ada derita

hanya tawa
tak ada rasa

dimana

dendam

bermula

?
 

119 Kali

orang-orang masuk gerbong. gerbong 1/3 penuh. penjual koran masuk gerbong. penjual sprite, coca-cola, fanta masuk gerbong. tukang semir masuk gerbong. orang-orang masuk gerbong. bakul pepaya masuk gerbong. gerbong penuh. penjual hexos, chox, marble, polo masuk gerbong. pengemis masuk gerbong. orang-orang masuk gerbong. gerbong terlalu penuh.
kereta berjalan. orang-orang berlari-lari. orang-orang melompat kedalam gerbong. pencopet melompat keluar gerbong. dompet-dompet kecopetan di gerbong. kereta berlari.
asap rokok meruap dalam gerbong. lengking lagu pengamen memekak dalam gerbong. "tissu gopek - berita kota 500 - diobok obok airnya diobok obok - yang haus, yang haus - mandarin 8 5000 - matur nuhun, semoga rezekinya ditambahkan, umurnya dipanjangkan, perjalanannya diselamatkan sampai ketujuannya - battere 4 1000 - aku bukan pengemis cinta". aroma keringat berdesakan dalam gerbong.
rem berdecit. kereta melambat. orang-orang melompat keluar gerbong. orang-orang berdesakan masuk gerbong. gerbong amat sangat penuh. orang-orang masuk gerbong. ayam masuk gerbong. pencopet berdesakan di pintu gerbong. hp dicopet di pintu gerbong. kereta berjalan. orang-orang berebutan di bibir pintu gerbong. anak sekolah berebutan di atap gerbong. atap gerbong penuh. kereta berlari.
kaki, hidung, tumpahan cendol, dengkul, keringat, tangan, punggung, tissue butek, kentut. kereta berlari. debu berhamburan. orang-orang masuk gerbong. orang-orang keluar gerbong. 119 kali sehari.

 

Duka Hari Ini

dari pulau dewata
para rahib suci
rendah diri
tak sanggup menapakkan kaki

dari serambi mekah
alim ulama
bermuka duka
tak mampu berkata apa

sultan hasanuddin
pangeran diponegoro
jenderal soedirman
tak berani bangkit ke bumi
rikuh melihat tanah pertiwi

di negeri ini
setan dan iblis jadi malu
mereka tak lagi lebih laknat
daripada manusia

 

Tajuk Rencana

Belilah sembarang suratkabar
Yang terbit pagi ini atau kemarin
Ceritakan untuk saya
Berita tentang cara
Selebritis berak di wc-nya

 

Sutarji

Entah karena sebab musabab tak pernah dekap
Karena sebab entah musabab pernah tak dekap
Tak dekap sebab entah pernah karena musabab
Entah tak pernah sebab dekap karena musabab
Pernah musabab karena dekap entah tak sebab
Karena pernah entah musabab dekap tak sebab

 

Sekuel

Kucing tetanggaku
Kawin dengan kucingku
Kemudian jadi bunting
Dan melahirkan kucing-kucing
Tetanggaku dengan takzim berkata
Anak-anak kucing itu
Adalah milik kita bersama

Sapi tetanggaku
Kawin dengan sapiku
Kemudian jadi bunting
Dan melahirkan sapi
Tetanggaku dengan takzim berkata
Anak sapi itu
Adalah milik dia

 

Tikus

Seekor tikus
Turun dari meja
Masuk ke lobang
Keluar di selokan
Terbang ke awan

 

Catur

maka jadilah pion
maju bisa, mundur tak bisa

maka jadilah kuda
berliku-liku, bisa langkahi kepala perwira

maka jadilah gajah
miring ke kiri, miring ke kanan

maka jadilah benteng
pertahanan berharga sang raja

maka jadilah mentri
pergi ke sana ke mari sesuka hati

maka jadilah raja
takut dengan kata

maka jadilah skak

mati